I'm Not Okay and It's Okay
Bogor, 10 Desember 2020
"Jangan ngejar angka, Tami. Angka itu unlimited, hidup itu terbatas. Hidup dengan kecepatan kamu sendiri. Lakukan apapun yang kamu butuhkan untuk hidup kamu. Itu bukan egois, tapi, memprioritaskan diri sendiri karena ujungnya kamu yang jalani semua risiko dan konsekuensi pilihan-pilihan kamu, bukan orang lain!"
Kurang lebih itu salah satu pesan yang aku ingat dari Kakak, seorang kawan dengan kedewasaan usia dan pengalaman. Obrolan via telepon dini hari kedua November itu mungkin jadi 'pencapaian' tersendiri untukku karena pertama kalinya aku mempertanyakan kewarasanku. Hal yang bahkan di titik terendah hidupku sebelumnya pun tidak pernah aku lakukan. Segala emosi meluap layaknya sungai di Jakarta awal tahun ini. Termasuk pikiran dan perasaan yang selama ini bersembunyi di balik kalimat "I'm okay". Mental breakdown.
Beberapa jam bercerita, menggali diri, dan mendengar respons Kakak membuat aku semakin paham dan mantap untuk fokus pada diriku sendiri dulu, bukan keluarga, apalagi pasangan. Cukup aku. Akulah orang pertama yang perlu diriku bantu.
Mengakui bahwa kondisiku memang sedang tidak baik-baik saja ternyata lebih menyeramkan dari franchise Insidious yang aku tonton. Seperti yang kubilang di paragraf awal, aku mempertanyakan kewarasanku. Saat itu, bahkan mungkin masih, aku tidak yakin dengan realita yang sedang dan pernah aku jalani. Gimana kalau ternyata apa yang aku ingat selama ini tidak nyata? Gimana caranya agar aku tahu saat ini aku memang benar-benar ada di kamarku yang entah kenapa kerapiannya tak awet, bukan di tempat lain dan set kamar ini adalah imajinasi atau halusinasiku? Gimana kalau ternyata yang aku pikir aku alami tidak pernah terjadi? Apa aku pernah benar-benar dicintai dan mencintai? Apa yang aku ingat tentang para mantan, benarkah begitu? Atau hanya ilusi ke-bagaimana seharusnya-an aku? Bagaimana kalau... Bagaimana jika...
Konyol, mungkin. Bisa juga apa yang terjadi kala itu hingga detik post ini aku tulis hanyalah sebuah fase dalam hidup. Namun, aku sungguh tahu sekarang pun masih kurasa ketakutan dan kecemasan. Tidak jarang pula kesedihan ikut mengambil peran. Tidak ada waktu tertentu bagi mereka untuk 'menganggu', meski lebih sering ketika aku sudah terbaring.
Aku masih bisa merasa senang kok... Aku masih bisa belajar, coding, menulis, Netflix-an, dan beraktivitas sehari-hari seperti orang lain. Aku masih bisa menikmati interaksi dengan orang lain. Ngobrol, ketawa-ketawa, jadi ARMY jalur karma, dan interaksi sosial lain. Bahkan masih sempat aktif di komunitas juga lho! Sayangnya, sesibuk dan seproduktif apapun aku, ruang kosong di dalam diri tetap tak terisi. Seperti ada yang kurang, tetapi belum aku temukan jawabannya. Kurang iman? Hahahahaha. Itu urusan aku dan Tuhan. ;)
Dalam kondisi normal, kehampaan itu seperti pertanyaan seledri di bubur ayam: ga ngaruh ada atau enggaknya untukku. Keadaan ini memungkinkan untuk bercerita dengan orang-orang tertentu. Namun, ada waktu ketika kehampaan itu menyiksa tanpa bisa aku jabarkan lewat kata-kata. Sakit yang bukan menyerang anggota tubuh, tapi, nyata. Setiap rasa itu datang, aku butuh merasakan sensasi fisik untuk menyalurkannya. Aku lebih suka pelukan dengan pasangan sebenarnya. Menenangkan, juga menyenangkan. Cuma ya namanya juga hidup, tak selalu dapat apa yang kuinginkan. Kadang, menyakiti fisik adalah cara yang lebih mudah untuk dilakukan. Itupun menenangkan, meski tak menyenangkan.
Dua minggu terakhir ini (alhamdulilah!) ada bantuan dalam menghadapi entah-apa-ini-yang-sedang-aku-alami. Butuh konsistensi dan komitmen yang tinggi memang, tapi, aku tahu kemampuanku ketika sungguh menginginkan sesuatu. Ditambah semalam ketika curhat dengan kawan lain, dia mengingatkan untuk menulis jurnal agar aku tidak lupa kejadian-kejadian, walaupun tetap ada kemungkinan itu dialog imajiner. Hahahaha. Tak merugikan siapapun untuk mencobanya, bukan? :)
Jadi, aku sedang tidak baik-baik saja dan tidak apa-apa kok merasa tidak baik-baik saja. Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya aku hanya manusia biasa, bukan alien seperti yang aku kira (atau alien juga bisa seperti ini?).
Stay safe, stay sane
M
Komentar
Posting Komentar
Silakan kirim komentar kamu tentang post ini ya...